Monday, February 20, 2006

Merokok, Dilema Para Perokok

Rimbabuntu, Saya merokok. Sehari paling tidak 1 bungkus = 12 batang Gudang Garam Filter. Apakah ini kebiasaan? Bukan. Ini namanya kecanduan. Kok bisa?

Sebagian perokok mengatakan, bisa menemukan konsentrasinya sehingga membantu produktifitas kerja. Sebagian yang lain bisa mudah mendapat banyak teman baru dengan menawarkan sebatang rokok. Sebagian besar perokok akan merasa kebingungan jika kehabisan rokok.

Tapi tahukah kamu para non-smoker, bahwa di dalam lubuk hati para smoker -terberat sekalipun- yang paling dalam ada keinginan untuk menjauhi batang racun itu. Ngga bisa dipungkiri.À

Beberapa waktu terakhir bahkan para perokok mulai kehabisan alasan jika ditanya sebab musababnya dia merokok. Alasan meningkatkan produktifitas sudah mulai kadaluarsa seiring bertumpuknya racun di otak yang merusak konsentrasi. Atau mungkin alasan bakal mendapat banyak teman, basi, malah mereka akan pergi menjauhi asap rokok. Apalagi alasan klasik seperti membantu para petani tembakau, mengurangi pengangguran, meningkatkan keamanan, dll.

Sekarang, dalam obrolan-obrolan setelah makan siang atau selepas jam kerja, banyak smokers sudah mengakui bahwa rokok bahaya buat kesehatan, bahaya buat orang sekitar, lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya, bikin kotor, sesak nafas, blaa... blaa... blaa... sambil menghisap rokoknya dalam-dalam. Dasar!!!

ardi_doangÃ

Read more!

Saturday, February 18, 2006

Pornografi, Kenapa Masih Ditanyakan Lagi?

Saat kita masih saling memperdebatkan RUU anti pornografi, ribuan tahun yang lalu Allah menunjukkan kebesarannya dengan ditandai musnahnya suatu bangsa yang membangkang atas perintahnya.

"Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang lalim. " (QS. Hud: 82-83)

Hubungannya dengan RUU anti pornografi? Kelakuan mereka tidak jauh berbeda dengan apa yang banyak berlaku sekarang ini: mengumbar aurat, perzinahan, homosexual, dan berbagai penyimpangan sexual lain. Jadi kalau kita memang mengaku orang yang terpelajar dan bisa belajar dari pengalaman, mengapa masih ditanyakan lagi

Ya mengapa masih saling berdebat disaat kita harusnya malu terhadap saudara kita di Nangroe Aceh Darussalam yang rela dicambuk ratusan kali karena mengumbar syahwat. Di sana syariat Islam sudah mulai ditegakkan. Mungkin ada baiknya kita meninjau kemungkinan kita kembali ke Piagam Jakarta. Toh penerapan syariat Islam hanya diterapkan untuk pemeluk Agama Islam. Oya saya lupa, maaf, mungkin definisi "malu" di antara kita memang sudah saling berbeda. Atau memang kita sudah ngga punya malu lagi?

Masih ingat kasus VCD kamar mandi yang membuat gempar kalangan selebritis kita beberapa waktu lalu? Seorang kameramen mencuri gambar para celeb yang sedang berganti baju di kamar mandi dengan sebuah handycam. Tercatat beberapa artis beken seperti Sarah Azhari dan Shanty menjadi korban. Tak pelak meraka pun melancarkan protes keras dan menuntut pelaku ditangkap dan dihukum seberat-beratnya. Sedangkan artis yang lainpun ikut melontarkan kecaman dan berama-ramai memberikan dukungan moral terhadap para korban. Memang akhirnya si pelaku tertangkap dan dihukum. Dan memang perilaku asusila itu pantas mendapat hukuman. Tapi itu kalau kita melihat dari sisi sang kameramen.

Coba kita lihat kembali bagaimana tingkah polah artis-artis kita yang memang sering secara sengaja memamerkan keindahan tubuhnya dengan hanya memakai sehelai bikini di media-media massa atau televisi. Kontras sekali dengan protes mereka ketika ada sebuah kamera mengintip dari balik kaca kamar mandi dengan sebuah kamera yang dengan leluasa menjepret tubuh-tubuh indah mereka di pantai atau kolam renang. Mereka bangga dengan apa yang mereka lakukan dengan alasan itu profesi mereka. Bahkan mbak Sarah Azhari sendiri sudah dinobatkan sebagai bom sex Indonesia dan sangat sangat bangga dengan julukannya itu. Naudzubillah. Yang terbaru tentu saja Tiara Lestari, model Playboy Spanyol asli Solo. Sebelumnya masih ada Anjasmara, Dewi Soekarno, Sophia Latjuba, atau anggota keluarga Azhari yang lain, Ayu dan Rahma.

Ironis sekali memang. Dari sini bisa ditarik kesimpulan: "kalau kita ingin melihat keindahan tubuh para artis, mintalah ijin dan jangan lupa lulus sekolah kameramen atau fotografer."

Saya sempat terheran-heran membaca pendapat para jurnalis atau pembela hak-hak azasi perempuan. Mereka berkata "Masih banyak saudara-saudara kita di pedalaman yang lebih suka bertelanjang dada, laki-laki atau perempuan. Itu adalah budaya kita. Dan RUU Anti Pornografi akan merusak budaya kita itu bila disyahkan". Saya bertanya "mungkinkah Sarah Azhari, Anjasmara, atau Tiara Lestari adalah orang-orang pedalaman yang masih terbelakang?". Mungkin. Tapi coba simak protes aktivis pemuda asli Papua. Mereka sedih dengan kondisi saudara-saudara mereka -dan saudara kita juga- di pedalaman Irian yang disebut manusia telanjang di abad 21. So apakah budaya seperti itu masih layak dipertahankan? Masih layakkah batas-batas pornografi dipertanyakan lagi?

Poinnya adalah:
  • Jangan berdalih kebebasan berexpresi, pelestarian budaya, dan tuntutan profesi untuk melegalkan pornografi.
  • Jangan ngajak-ajak orang kalau ingin berpornografi.
  • Bukankah kue lemper lebih mahal dan disukai orang, daripada donat. Bukan karena ada dagingnya, tapi karena ada bungkusnya. :D
  • Dan yang paling penting, agama kita memberikan pilihan mana yang benar dan mana yang salah, itu kalau kita masih mengaku beragama. Is it correct, Mbak Sarah?

ardi_doangÃ


Read more!

Sunday, February 12, 2006

Akhirnya Aku Sadar, Aku Ngga Sesayang Itu Sama Kamu: Republik

Ananda Mikola, ana ikut bangga ama enteRimbabuntu, Ana baru saja nonton Malam Gudang Garam A1 Grand Prix of Nation, Indonesia jam 23:30. Ana bangga kalo besok sore negara ana jadi salah satu tuan rumah even olahraga internasional. Sangat bangga meski ngga sebangga tetangga kita orang Malaysia yang tiap tahun udah jadi tuan rumah balap mobil nomer satu dunia, Formula 1. Tapi Àcuma sampai situ kebanggan ana, karena pas session nyanyi-nyanyi, ada satu lagu yang bikin perasaan ana berubah 180°. Ada sekumpulan anak-anak mungkin masih SMP bawain lagu Gundul-gundul Pacul. Ana jadi hiiks... malu, kecewa, en marah. Why?

Anak-anak itu bukan pribumi, tapi sebagian besar adalah bule. Ana bukan mo rasis atau diskriminatif, tapi kenyataanynya ana malu. Bagaimana tidak, mereka yang darahnya bukan pribumi bisa menghapal bahkan menyanyikan lagu-lagu daerah kita, bahkan mungkin udah puluhan lagu daerah kita yang mereka kuasai. Sedangkan ana, mungkin bisa dihitung dengan jari lagu daerah yang ana masih hapal. Itupun kalau ana nyanyiin lagi udah banyak yang salah lirik atau nada. Sudah 12 tahun lebih-saat ana masih di SD- sejak terakhir kali ana sering nyanyiin lagu-lagu daerah. Bahkan ana lupa kapan terakhir kali ana nyanyiin lagu nasional semisal Bagimu Negeri, Garuda Pancasila, atau Dari Sabang Sampai Merauke. Untung aja tiap tahun kita masih ngerayain Proklamasi Kemerdekaan, jadi masih bisa denger Indonesia Raya. Itupun kalo ana sempet nonton TV atau denger radio. Tapi ana berdoa sih semoga cuma ana yang kayak gini. Semoga ente-ente masih bisa nyanyiin Ampar-ampar Pisang, Apuse, atau Angin Mamiri. Semoga ente semua masih inget ama Maju Tak Gentar, Halo-halo Bandung, atau Indonesia Pusaka.

So, whats the point? The point is "ana ngga sesayang itu ama tanah air ana". Tanah air yang diperjuangkan pahlawan-pahlawan kita dengan harta, air mata, dan darah. Tanah air yang kaya akan budaya yang harusnya jadi kebanggaan, dan ternyata ana ikut meninggalkan kekayaan itu hingga jatuh miskin. Ngga masalah kalo cuma lagu daerah atau nasional yang ana lupain.
Ana coba bandingin berapa kali ana pake batik atau kebaya, sedang orang India tiap hari masih pake kain sari atau orang jepang ama kimononya. Di Jakarta ana susah sekali nyari rumah adat betawi, sedang rumah bergaya Spanyol, Italy, atau Amerika berjubel. Ana bahkan lebih suka nonton film Hollywood daripada film lokal. Mana pernah lagi ana dengerin dangdut apalagi gamelan. Tapi untung ana masih suka pecel, rendang, ama sate daripada spageti, pizza, atau hamburger.

Ana jujur pingin nanya ama Krisdayanti and Agnes Monica-Indonesian Britney Spears-, mau ngga-bukan bisa ngga- mereka nyanyi keroncong atau dangdut? Ana juga mo nanya sutradaranya Eiffel I'm In Love, gimana kalo judul filmnya diganti Monas I'm In Love? Ana usul gimana kalo produser-produser TV bikin acara semacam ADI(Audisi Dalang Indonesia) atau KKI(Kontes Keroncong Indonesia)?Ana juga mo nanya ama ente-ente, masih suka ama sayur asem, make sendal bakiak, naik delman, pernah mainin angklung, kolintang, suling, atau gamelan ngga? Dan masih banyak lagi yang ingin ana tanyain. Ngga akan banyak ana bertanya kalau ana, ente, ama semua orang Indonesia masih bangga ama budaya kita. Ana ngga akan bertanya lagi kalo belanja di pasar tradisional ngga dianggap kuno daripada belanja di supermarket atau swalayan atau ngga akan dianggap ketinggalan jaman kalo suka nari serimpi atau nonton karapan sapi. Ana banyak bertanya karena mengapa budaya barat begitu hebatnya membuat ana terlena. Ana banyak bertanya karena "ana ngga sesayang itu ama tanah air ana".

Ana mengajak ama diri ana sendiri, ama ente semua yang sempetin baca tulisan ana, terutama anak-anak muda seumuran ana, kalo kita ngaku sayang ama tanah air kita ini, ngaku kalo Indonesia termasuk daftar "yang patut kita cintai", mari kita balikin budaya kita. Mari kita indahkan lagi jamrud khatilistiwa ini. Kalau bukan kita, siapa lagi. Biar Bude Waljinah, Mbah Gesang, Mas Affandi percaya kalo tongkat estafet yang mereka berikan bukan sia-sia. Percaya deh kalo yang disebut modern itu bukan mesti harus ngikutin budaya Cowboy atau Playstation. Kalo boleh ana kasih tau yang disebut budaya modern tuh gimana caranya budaya kita dikenal banyak orang. So, mari kita bikin J-Lo nari Jaipong, atau Lars Ulrich nyobain kendang. Asyik juga tuh kayaknya.

Oya maap ana nitip salam buat bapak-bapak dan ibu-ibu yang ada di atas. Jangan berantem melulu, jangan suka ama duit yang ngga halal dan jangan santai-santai lagi. Banyak PR yang mesti kalian kejar, kalau kalian memang merasa sayang ama bangsa ini. Jangan bikin Cut Nya' Dien, Pattimura, atau WR Supratman jadi sedih di alam sana, karena ngeliat kalian ngelupain gimana susahnya mereka ngibarin Merah Putih. Malu dong. Maap sekali lagi kalo ana bawel karena ana sadar, ana ngga sesayang yang ana kira ama Indonesia ana.

ardi_doang

sambungan:
- Akhirnya Aku Sadar, Aku Ngga Sesayang Itu Sama KamuÃ

Read more!

Friday, February 10, 2006

Lagek Saiki Pekok Ngerti Mbah Kenthir Munthab Temenan

Koyok biasane, mari subuhan nang mesjid Pekok nyapu latar omahe. Koyok biasane pisan omah ngarep omahe Pekok krungu suara TV lagi nyiarno berita. Pekok nginguk delok Mbah Kenthir lagi mentelengi TVne karo nyruput wedang kopi. Pekok nerusno nyapune. Gung entek separo latar, ujug-ujug enek suara gelas pecah. "Praaang..." Mari ngono enek suara misuh-misuh teko njero omahe Mbah Kenthir. ÀMbah Kenthir metu soko omah. Raine mbrabak abang karo getem-getem koyoke pingin ngamplengi wong. Pekok rodok wedi mergane gur dekne sing enek nang kono.
"Enek opo Mbah, isuk-isuk kok wis misuh? Biasane jam misuhe sampeyan jam rolas."
"Kowe gak krungu to berita nang TV mau? Pancen diiaaancuk kok Danmak kuwi. Gateeel..."
"Sopo kuwi Danmak?"
"Guuooblok. Dasare bocah pekok. Makane jenengmu Pekok." Tangane Mbah Kenthir njeglugno Ndase Pekok. Lek gag dijeglugno ndase biasane Pekok dikethaki.
"Danmak kuwi negoro Eropa, cuk!!"
"La trus nyapo sampeyan nesu-nesu karepe dewe?"
"Mosok nggambar Nabi Muhammad koyok teroris trus dideleh koran. Wes gendeng opo sudrun sakjane? Rumangsane Nabi Muhammad kuwi sopo?"
"Lek jare sampeyan sopo?"
Tangane Mbah Kenthir maju maneh ngethak ndase pekok sakbanter-bantere.
"Aduuuooh... kok aku dikethak, Mbah?"
"Kowe wes gendeng pisan tah takon ngono kuwi? Wong Islam dudu sakjane?"
"Aku kan ora ngerti lek jarene sampeyan Nabi Muhammad kuwi sopo? La wong mben dino sampeyan senengane masang togel karo maen kiu-kiu. Tukang misuh-misuh pisan."
"Urusanku kuwi. Aku seneng misuh-misuh iki turunan, Cuk."
"Trus saiki sampeyan arep nyapo? Budhal rono trus mateni presiden Danmak ngono?"
"Pinginku ngono. Pingin tak tunjek matane asuuuu..."
"Eaalaaah Mbah... Mbah... Mbok nyebut. Rumangsane sampeyan gak butuh duik budal rono? Sampeyan oleh teko mbecak kuwi piro mben dinane? Numpak bis wae sik mabuk."
"Kowe kok tenang-tenang wae to, Ndeng! Nabimu kuwi dielek-elekne. Nabi Muhammad wes koyok bapake wong Islam. Lek bapakmu tak ilok-ilokne piye?"
"Sing jelas aku mesti nesu."
Mbah Kenthir njeglugno ndase Pekok maneh. "La ilang ngono pekokmu. Pokoke aku kudu iso budhal. Mbuh carane piye sing penting budhal. Biasane wong FVI enek sing budhal ngene iki. Kan aku iso nunut."
"Opo kuwi FVI?"
"Diiaaamput. Goblog tenan kowe. Makane sering ndelok TV karo moco koran. Arek enom kok cengohe gak karu-karuan." Pisan engkas ndase Pekok dijeglugno.
"Sek to Mbah. Wes mikir tenanan gung? Awake dewe kuwi wong cilik. Gak usah sing aneh-aneh. Gung sampek mateni presidene Danmak mesti wes dicekel pulisi kono sampeyan."
"Wes to gak usah kemeruh. Rupamu kuwi ra ngerti opo-opo."
"Ngene wae wes. Timbang gak jelas, sampeyan engko awan melu aku nang kantore VKS. Biasane enek demo."
"Wes sakkarepmu le. Gak usah ceramah. Tak budhal nggoleki wong FVI." Mari ngetak ndase Pekok, Mbah Kenthir ngetokne becake, trus dipancal mbuh nang ngendhi.
"Wo dasare wong kenthir, makane jenenge Kenthir." Pekok nggrundel karo nerusno nyaponi latar.

ardi_doangÃ

Read more!

Akhirnya Aku Sadar, Aku Ngga Sesayang Itu Sama Kamu

Rimbabuntu, Weleh judulnya melo banget.
Ana emang agak jiplak kata-katanya Neng Luna Maya di lagunya Peterpan, Menunggu Pagi. Tapi jujur kok ana bukan mo ngasih jawaban ama Neng, soalnya Neng pasti udah ada yang punya dan ana juga akan ada yang punya :).

Jadi ngelantur, ok...À
mungkin kalo ana nulisnya kayak gini "akhirnya aku juga sadar, aku ngga sesayang itu sama Kamu", pasti jadi beda mikirnya. Ya, ente pasti dah tau maksudnya kalo ana baru aja sadar kalo ana ngga sesayang yang ana kira ama Dia. Kamu, Dia, ya kita semuanya tau lah siapa yang berhak memakai huruf kapital pada kata-kata ganti itu. Hanya satu ga ada yang lain, Allah, Tuhannya ana, Tuhannya ente, Tuhan kita semua manusia, Tuhannya malaikat, Tuhannya langit dan bumi, dan tentu juga ngga ketinggalan Tuhannya binatang dan iblis.

Inget ga lagunya Dewa yang judulnya Kamulah Satu-satunya. Dulu ana mikir kalo lirik "kamulah satu-satunya yang ternyata mengerti aku, maafkan aku selama ini yang sedikit melupakanmu" cuma kata-kata gombal seorang cowok pada ceweknya agar dia bisa balik lagi. Tapi sekarang ketika ana mendendangkan lagi lagu ini, ana jadi sadar lagi kalo maknanya dalam banget. Dalam banget hingga ana jadi sedih, sedih banget karena ana jadi sadar cuma Dialah satu-satunya yang ternyata mau mengerti ama ana, dan ana jadi nyesel karena selama umur ana ini sering -kalo ndak bisa dibilang tiap hari- lupa ama Dia. Selama ini ana sering berlindung di balik kata-kata "ana hanya manusia yang tak lepas dari salah dan lupa". So what gitu loh? Emangnya kalo ana manusia, kwajiban jadi ilang gara-gara lupa. Emangnya kalo ana lupa, ana bisa santai dan merasa kayak ndak punya salah sama sekali. Atau mungkin merasa salah, tapi besoknya udah lupa lagi.. duh. Ana jadi sedih, sedih banget karena sampai saat ana nulis ini ana masih tetap begitu.

Guru ngaji ana, mungkin juga guru ngaji ente dulu pernah bilang, kalo semua lautan di bumi ini dijadiin tinta pulpen trus dibuat nulis nikmat dan cinta Allah pada manusia ndak akan pernah cukup. Ana waktu itu bilang waah... waah... sambil manggut-manggut. Sekarang kalo ana inget itu ana jadi munggat-munggat -manggut2 kan kebawah, kalo munggat2 ke atas- alias terisak-isak sambil hiiik... hiiik... Ana jadi sedih, sedih banget karena emang ndak teritung nikmat dan cinta Allah yang sampai sekarang ini ndak satupun ana bisa membalas. Astaghfirullah, ampuni hambamu ini Ya Allah.

Ana ngga bisa bayangin kalau Dia dah ngga cinta lagi ama ana-ini sih ana yakin ngga mungkin-, trus ngga ngasih napas ama ana 2 menit aja. Ana ngga tau kalo misalnya ana ngga dikasih penglihatan lagi, padahal masih suka ngeliat yang bahenol-bahenol. Ana ngga tau mo tinggal di mana kalo ana diusir dari bumi ini. Ana juga ikut sedih kalo ada orang yang ngaku-ngaku "ini tanah gue", "ini rumah gue"-untung ana ngontrak :D-, "ini mobil gue" dll. Itu semua buat nunjukin kalo Dia sayang ama kita, makanya kita cuma dikasih pinjem, ntar pasti diambil lagi cepet ato lambat. Makanya jangan suka sok punya-ana juga sering sih-.

Ana mengajak ama diri ana sendiri, ama ente semua yang sempetin baca tulisan ana, kalo kita ngaku sayang ama Allah, ngaku kalo Allah jadi nomer satu dalam daftar "yang patut kita cintai", maka mari tunjukin sayang kita kepada Dia, dengan jalan yang ana dan ente yakini bahwa itu jalan yang bener. Ana ngga bisa nunjukin jalan yang pasti bener, karena ana masih berusaha ngikutin jalannya Baginda Muhammad -shalawat dan salam selalu terlimpah untuknya- yang ana anggap dan yakini paling bener, yang mungkin bagi sebagian ente bukan jalan yang bener. Yakin aja kalo kita mau nyayangin Dia lebih dari yang lain, dia pasti ngasih lebih dari yang kita punya sekarang.

Ente liat About me ana di samping. "sholat is most lovely moment at last." Ana salah nulis "at last". Itu berarti doa ana supaya ana emang merasa nyaman saat ana sholat, but kenyataannya ana masih ndak bisa khusyu, ndak bisa bener-bener ngerti kalo ana lagi laporan ama Allah. Mungkin bukan "at last" tapi "sometimes". Tapi ana lebih memilih "insyaAllah". Ya InsyaAllah ana bisa lebih khusyu tiap harinya. InsyaAllah sholat ana udah bener kalo misalnya lo Baginda Muhammad ngetes ana. InsyaAllah guru ana yang satu ini ngga kecewa karena merasa sia-sia beliau ngajarin semua cara buat lebih mencintai Allah, karena ana sadar, ana ngga sesayang yang ana kira sama Allah.

ardi_doang

sambungan:
- Akhirnya Aku Sadar, Aku Ngga Sesayang Itu Sama Kamu: RepublikÃ

Read more!

Thursday, February 09, 2006

Nikmatnya Kebiasaan

Rimbabuntu, Beberapa waktu lalu, saya pernah ditanya sama teman saya saat disibukkan dengan pekerjaan saya di depan komputer. Saya lupa harinya tapi saya ingat saat itu pukul 14.30 wib. Dia bertanya, "Kamu dah sholat?" ÀSaya langsung terhenyak. Konsentrasi pekerjaan saya buyar seketika. "Oh ya saya lupa." Sayapun bergegas ke musholla untuk sholat.

"Saya lupa". Entah sudah berapa ribu kali saya mengulang kata2 tersebut. Mungkin benar "saya lupa", atau mungkin saya sengaja menunda sholat sehingga akhirnya "saya lupa", atau mungkin saya memang ngga niat untuk sholat. Waktu itu saya akui kalau saya lebih memikirkan kebutuhan horizontal saya daripada vertical.

Setelah hari itu saya jadi heran dengan diri saya sendiri ketika saya jadi rajin sholat kembali meskipun hanya pada waktu di tempat bekerja karena tiap hari selalu ada saja salah satu dari teman saya yang menanyakannya. Dan ketika suatu hari tak ada yang bertanya jadi terasa aneh. Ada perasaan kehilangan yang celakanya saya dengan sadar kembali meninggalkan sholat.

Saya bertanya dalam hati, mengapa saya merasa kehilangan? Mengapa saya jadi rajin sholat ketika ada yang menanyakannya? Mengapa teman saya menyempatkan waktunya beberapa detik hanya untuk menanyakan sholat saya? Mengapa saya tidak dengan kesadaran diri melakukan ibadah agung ini tanpa menunggu ada yang menanyakan? dan masih banyak "mengapa" yang lain yang terus berkecamuk dalam pikiran saya.

Jawaban dari pertanyaan itu saya dapat ketika suatu malam di tengah-tengah pekerjaan saya, rokok saya habis dan saya selalu kebingungan jika hal itu terjadi. Namun pada saat itu bukan rokok yang habis yang saya pikirkan. Yang saya pikirkan adalah kebiasaan-kalau tak bisa disebut kecanduan- merokok saya, yang bila kehabisan akan merasa bingung, merasa kehilangan, merasa kecewa. Ya kebiasaan.
Terjawab sudah semua jawaban di atas. Saya rajin sholat karena terbiasa diingatkan. Teman-teman saya selalu menanyakan sholat saya karena mungkin terbiasa melihat temannya yang tidak sholat. Dan saya dengan sadar meninggalkan sholat karena saya tidak terbiasa sholat -untuk saat itu. Saat itulah saya mulai terbiasa bertanya pada diri sendiri setiap waktu, "Saya sudah sholat belum ya?" Dan sehabis bertanya begitu saya akan langsung mengambil air wudhu untuk sholat. Tenang dan nikmat sekali saya rasakan dalam hati. Nikmat sekali memiliki kebiasaan ini.

Dari sini ternyata PR saya masih banyak. Satu persatu saya harus berusaha membiasakannya. Membiasakan untuk tidur tepat waktu di malam hari. Membiasakan untuk datang ke kantor tepat waktu. Membiasakan merencanakan keuangan. Membiasakan makan teratur. Membiasakan peduli dengan sekitar, dan banyak lagi. InsyaAllah hidup ini akan terasa nikmat.

Satu catatan, saya sudah terbiasa berpakaian rapi di kantor lo.

Special thanks to ard, kul, tri, and zla.

ardi_doangÃ

Read more!