Saturday, February 18, 2006

Pornografi, Kenapa Masih Ditanyakan Lagi?

Saat kita masih saling memperdebatkan RUU anti pornografi, ribuan tahun yang lalu Allah menunjukkan kebesarannya dengan ditandai musnahnya suatu bangsa yang membangkang atas perintahnya.

"Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang lalim. " (QS. Hud: 82-83)

Hubungannya dengan RUU anti pornografi? Kelakuan mereka tidak jauh berbeda dengan apa yang banyak berlaku sekarang ini: mengumbar aurat, perzinahan, homosexual, dan berbagai penyimpangan sexual lain. Jadi kalau kita memang mengaku orang yang terpelajar dan bisa belajar dari pengalaman, mengapa masih ditanyakan lagi

Ya mengapa masih saling berdebat disaat kita harusnya malu terhadap saudara kita di Nangroe Aceh Darussalam yang rela dicambuk ratusan kali karena mengumbar syahwat. Di sana syariat Islam sudah mulai ditegakkan. Mungkin ada baiknya kita meninjau kemungkinan kita kembali ke Piagam Jakarta. Toh penerapan syariat Islam hanya diterapkan untuk pemeluk Agama Islam. Oya saya lupa, maaf, mungkin definisi "malu" di antara kita memang sudah saling berbeda. Atau memang kita sudah ngga punya malu lagi?

Masih ingat kasus VCD kamar mandi yang membuat gempar kalangan selebritis kita beberapa waktu lalu? Seorang kameramen mencuri gambar para celeb yang sedang berganti baju di kamar mandi dengan sebuah handycam. Tercatat beberapa artis beken seperti Sarah Azhari dan Shanty menjadi korban. Tak pelak meraka pun melancarkan protes keras dan menuntut pelaku ditangkap dan dihukum seberat-beratnya. Sedangkan artis yang lainpun ikut melontarkan kecaman dan berama-ramai memberikan dukungan moral terhadap para korban. Memang akhirnya si pelaku tertangkap dan dihukum. Dan memang perilaku asusila itu pantas mendapat hukuman. Tapi itu kalau kita melihat dari sisi sang kameramen.

Coba kita lihat kembali bagaimana tingkah polah artis-artis kita yang memang sering secara sengaja memamerkan keindahan tubuhnya dengan hanya memakai sehelai bikini di media-media massa atau televisi. Kontras sekali dengan protes mereka ketika ada sebuah kamera mengintip dari balik kaca kamar mandi dengan sebuah kamera yang dengan leluasa menjepret tubuh-tubuh indah mereka di pantai atau kolam renang. Mereka bangga dengan apa yang mereka lakukan dengan alasan itu profesi mereka. Bahkan mbak Sarah Azhari sendiri sudah dinobatkan sebagai bom sex Indonesia dan sangat sangat bangga dengan julukannya itu. Naudzubillah. Yang terbaru tentu saja Tiara Lestari, model Playboy Spanyol asli Solo. Sebelumnya masih ada Anjasmara, Dewi Soekarno, Sophia Latjuba, atau anggota keluarga Azhari yang lain, Ayu dan Rahma.

Ironis sekali memang. Dari sini bisa ditarik kesimpulan: "kalau kita ingin melihat keindahan tubuh para artis, mintalah ijin dan jangan lupa lulus sekolah kameramen atau fotografer."

Saya sempat terheran-heran membaca pendapat para jurnalis atau pembela hak-hak azasi perempuan. Mereka berkata "Masih banyak saudara-saudara kita di pedalaman yang lebih suka bertelanjang dada, laki-laki atau perempuan. Itu adalah budaya kita. Dan RUU Anti Pornografi akan merusak budaya kita itu bila disyahkan". Saya bertanya "mungkinkah Sarah Azhari, Anjasmara, atau Tiara Lestari adalah orang-orang pedalaman yang masih terbelakang?". Mungkin. Tapi coba simak protes aktivis pemuda asli Papua. Mereka sedih dengan kondisi saudara-saudara mereka -dan saudara kita juga- di pedalaman Irian yang disebut manusia telanjang di abad 21. So apakah budaya seperti itu masih layak dipertahankan? Masih layakkah batas-batas pornografi dipertanyakan lagi?

Poinnya adalah:
  • Jangan berdalih kebebasan berexpresi, pelestarian budaya, dan tuntutan profesi untuk melegalkan pornografi.
  • Jangan ngajak-ajak orang kalau ingin berpornografi.
  • Bukankah kue lemper lebih mahal dan disukai orang, daripada donat. Bukan karena ada dagingnya, tapi karena ada bungkusnya. :D
  • Dan yang paling penting, agama kita memberikan pilihan mana yang benar dan mana yang salah, itu kalau kita masih mengaku beragama. Is it correct, Mbak Sarah?

ardi_doangÃ

2 Comments:

At 5:46 PM, Blogger Eva.M said...

Setuju sekali dengan pernyataan "agama kita memberikan pilihan mana yang benar dan mana yang salah".

Oleh Tuhan saja, manusia dipersilakan memilih jalannya masing-masing, sesuai dengan keadaan, keberadaan ilmu dan kematangan jiwanya. Kenapa negara mesti mengharuskan?

 
At 5:59 PM, Anonymous Anonymous said...

diharuskan atau tidak sebenarnya sama saja bagi saya, tapi ... kenapa nggak harus diharuskan ?? masalah demokrasi ?? ahh .. perkara gampang itu ... dalam demokrasi "siapa pembentuk opini publik dialah sang penguasa".

 

Post a Comment

<< Home