Wednesday, March 01, 2006

Sudahkah Kita Ikhlas?

Rimbabuntu, Manusia cenderung menginginkan balasan dari apa yang telah diperbuatnya.

Manusiawi sekali dan sangat logis. Dan memang ngga ada salahnya bila kita mengharap balasan, upah, atau pahala dari apa yang kita kerjakan baik atau buruk. Tapi pernahkah kita mencoba untuk berbuat, tanpa memikirkan apa yang kita dapat setelahnya? Mungkin dengan demikian kita akan sangat-sangat jarang untuk merasakan kekecewaan, sakit hati atau bahkan patah hati.

"(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. ..." (QS. 4:123)

Jadi sudahkah kita IKHLAS

Sudah banyak contoh nyata dalam kehidupan kita bahwa keikhlasan sangatlah penting. Saking pentingnya, dari SD dan mungkin sampai perguruan tinggi kita masih sering mendengar anjuran dari guru atau dosen agar kita ikhlas. Namun kadang kita mengabaikan kata penting ini hingga kita sering terjebak dalam kubangan kekecewaan yang begitu lama. Kecewa adalah wajar dan biasa dalam hidup, tapi akan sangat merugikan bila kita terlalu lama larut di dalamnya.

Kebanyakan dari kita mungkin pernah jatuh cinta pada sesorang. Karena terlalu cinta kita akan rela melakukan apa saja agar orang itu mau membalas cinta kita. Kita akan merasa sangat bahagia bila hal itu terjadi, bila tidak kita pasti kecewa. Wajar.
Contoh lain, kita bekerja keras siang dan malam, berharap kita mendapat bonus atau kenaikan gaji dari perusahaan tempat kita bekerja, atau berharap mendapat untung besar dari bisnis yang kita jalankan. Sangat bahagia bila hal itu terjadi, bila tidak pasti kecewa. Wajar.
Atau mungkin kita belajar keras siang dan malam, berusaha agar nilai kita bagus di sekolah atau perkuliahan. Namun bila nilai kita akhirnya jelek dan mungkin malah tidak naik kelas, wajar kan bila kita kecewa.

Tapi dari semua kewajaran tersebut akan mejadi sangat tidak wajar bila kita terlalu lama merasa kecewa dan sakit hati. Kata orang, "orang hebat bukan orang yang selalu berhasil, tapi orang yang dapat segera bangkit dari kegagalan." Dan salah satu kunci agar kita segera melupakan kegagalan adalah ikhlas. Ikhlas di awal, Ikhlas di tengah, dan Ikhlas di akhir. Di awal perbuatan atau pekerjaan berniatlah dengan kuat dan tancapkanlah dalam hati bahwa apapun hasil dari perbuatan kita, kita ikhlas menerimanya. Di tengah perbuatan, kita pegang keikhlasan kita agar kita lebih semangat dalam menjalaninya. Dan di akhir, keikhlasan akan datang dengan sendirinya apapun hasil yang dicapai.

Sangat indah sekali bila kita terapkan keikhlasan itu dalam doa-doa kita, dalam sholat kita, dalam ibadah kita bermunajat kepada Allah SWT. Dan malahan di sini ikhlas adalah suatu kewajiban, karena bukankah kita hanya manusia yang tidak pantas untuk protes terhadap apapun kehendak Allah. Sangat indah bila kita beribadah, hanya benar-benar untuk memuliakan Allah, untuk mengagungkan Allah, tanpa mengharap balasan selain ridho dariNya. Biarlah balasan yang kita dapat menjadi kehendak Dia. Biarlah perhitungan pahala kita hanya Dia yang tahu. Insya Allah kita akan selalu dimudahkan olehNya dalam segala urusan.

(94:1)Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?,
(94:2)dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,
(94:3)yang memberatkan punggungmu?
(94:4)Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu,
(94:5)Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
(94:6)sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
(94:7)Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,
(94:8)dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.



ardi_doang

Ã

Read more!

Monday, February 20, 2006

Merokok, Dilema Para Perokok

Rimbabuntu, Saya merokok. Sehari paling tidak 1 bungkus = 12 batang Gudang Garam Filter. Apakah ini kebiasaan? Bukan. Ini namanya kecanduan. Kok bisa?

Sebagian perokok mengatakan, bisa menemukan konsentrasinya sehingga membantu produktifitas kerja. Sebagian yang lain bisa mudah mendapat banyak teman baru dengan menawarkan sebatang rokok. Sebagian besar perokok akan merasa kebingungan jika kehabisan rokok.

Tapi tahukah kamu para non-smoker, bahwa di dalam lubuk hati para smoker -terberat sekalipun- yang paling dalam ada keinginan untuk menjauhi batang racun itu. Ngga bisa dipungkiri.À

Beberapa waktu terakhir bahkan para perokok mulai kehabisan alasan jika ditanya sebab musababnya dia merokok. Alasan meningkatkan produktifitas sudah mulai kadaluarsa seiring bertumpuknya racun di otak yang merusak konsentrasi. Atau mungkin alasan bakal mendapat banyak teman, basi, malah mereka akan pergi menjauhi asap rokok. Apalagi alasan klasik seperti membantu para petani tembakau, mengurangi pengangguran, meningkatkan keamanan, dll.

Sekarang, dalam obrolan-obrolan setelah makan siang atau selepas jam kerja, banyak smokers sudah mengakui bahwa rokok bahaya buat kesehatan, bahaya buat orang sekitar, lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya, bikin kotor, sesak nafas, blaa... blaa... blaa... sambil menghisap rokoknya dalam-dalam. Dasar!!!

ardi_doangÃ

Read more!

Saturday, February 18, 2006

Pornografi, Kenapa Masih Ditanyakan Lagi?

Saat kita masih saling memperdebatkan RUU anti pornografi, ribuan tahun yang lalu Allah menunjukkan kebesarannya dengan ditandai musnahnya suatu bangsa yang membangkang atas perintahnya.

"Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang lalim. " (QS. Hud: 82-83)

Hubungannya dengan RUU anti pornografi? Kelakuan mereka tidak jauh berbeda dengan apa yang banyak berlaku sekarang ini: mengumbar aurat, perzinahan, homosexual, dan berbagai penyimpangan sexual lain. Jadi kalau kita memang mengaku orang yang terpelajar dan bisa belajar dari pengalaman, mengapa masih ditanyakan lagi

Ya mengapa masih saling berdebat disaat kita harusnya malu terhadap saudara kita di Nangroe Aceh Darussalam yang rela dicambuk ratusan kali karena mengumbar syahwat. Di sana syariat Islam sudah mulai ditegakkan. Mungkin ada baiknya kita meninjau kemungkinan kita kembali ke Piagam Jakarta. Toh penerapan syariat Islam hanya diterapkan untuk pemeluk Agama Islam. Oya saya lupa, maaf, mungkin definisi "malu" di antara kita memang sudah saling berbeda. Atau memang kita sudah ngga punya malu lagi?

Masih ingat kasus VCD kamar mandi yang membuat gempar kalangan selebritis kita beberapa waktu lalu? Seorang kameramen mencuri gambar para celeb yang sedang berganti baju di kamar mandi dengan sebuah handycam. Tercatat beberapa artis beken seperti Sarah Azhari dan Shanty menjadi korban. Tak pelak meraka pun melancarkan protes keras dan menuntut pelaku ditangkap dan dihukum seberat-beratnya. Sedangkan artis yang lainpun ikut melontarkan kecaman dan berama-ramai memberikan dukungan moral terhadap para korban. Memang akhirnya si pelaku tertangkap dan dihukum. Dan memang perilaku asusila itu pantas mendapat hukuman. Tapi itu kalau kita melihat dari sisi sang kameramen.

Coba kita lihat kembali bagaimana tingkah polah artis-artis kita yang memang sering secara sengaja memamerkan keindahan tubuhnya dengan hanya memakai sehelai bikini di media-media massa atau televisi. Kontras sekali dengan protes mereka ketika ada sebuah kamera mengintip dari balik kaca kamar mandi dengan sebuah kamera yang dengan leluasa menjepret tubuh-tubuh indah mereka di pantai atau kolam renang. Mereka bangga dengan apa yang mereka lakukan dengan alasan itu profesi mereka. Bahkan mbak Sarah Azhari sendiri sudah dinobatkan sebagai bom sex Indonesia dan sangat sangat bangga dengan julukannya itu. Naudzubillah. Yang terbaru tentu saja Tiara Lestari, model Playboy Spanyol asli Solo. Sebelumnya masih ada Anjasmara, Dewi Soekarno, Sophia Latjuba, atau anggota keluarga Azhari yang lain, Ayu dan Rahma.

Ironis sekali memang. Dari sini bisa ditarik kesimpulan: "kalau kita ingin melihat keindahan tubuh para artis, mintalah ijin dan jangan lupa lulus sekolah kameramen atau fotografer."

Saya sempat terheran-heran membaca pendapat para jurnalis atau pembela hak-hak azasi perempuan. Mereka berkata "Masih banyak saudara-saudara kita di pedalaman yang lebih suka bertelanjang dada, laki-laki atau perempuan. Itu adalah budaya kita. Dan RUU Anti Pornografi akan merusak budaya kita itu bila disyahkan". Saya bertanya "mungkinkah Sarah Azhari, Anjasmara, atau Tiara Lestari adalah orang-orang pedalaman yang masih terbelakang?". Mungkin. Tapi coba simak protes aktivis pemuda asli Papua. Mereka sedih dengan kondisi saudara-saudara mereka -dan saudara kita juga- di pedalaman Irian yang disebut manusia telanjang di abad 21. So apakah budaya seperti itu masih layak dipertahankan? Masih layakkah batas-batas pornografi dipertanyakan lagi?

Poinnya adalah:
  • Jangan berdalih kebebasan berexpresi, pelestarian budaya, dan tuntutan profesi untuk melegalkan pornografi.
  • Jangan ngajak-ajak orang kalau ingin berpornografi.
  • Bukankah kue lemper lebih mahal dan disukai orang, daripada donat. Bukan karena ada dagingnya, tapi karena ada bungkusnya. :D
  • Dan yang paling penting, agama kita memberikan pilihan mana yang benar dan mana yang salah, itu kalau kita masih mengaku beragama. Is it correct, Mbak Sarah?

ardi_doangÃ


Read more!

Sunday, February 12, 2006

Akhirnya Aku Sadar, Aku Ngga Sesayang Itu Sama Kamu: Republik

Ananda Mikola, ana ikut bangga ama enteRimbabuntu, Ana baru saja nonton Malam Gudang Garam A1 Grand Prix of Nation, Indonesia jam 23:30. Ana bangga kalo besok sore negara ana jadi salah satu tuan rumah even olahraga internasional. Sangat bangga meski ngga sebangga tetangga kita orang Malaysia yang tiap tahun udah jadi tuan rumah balap mobil nomer satu dunia, Formula 1. Tapi Àcuma sampai situ kebanggan ana, karena pas session nyanyi-nyanyi, ada satu lagu yang bikin perasaan ana berubah 180°. Ada sekumpulan anak-anak mungkin masih SMP bawain lagu Gundul-gundul Pacul. Ana jadi hiiks... malu, kecewa, en marah. Why?

Anak-anak itu bukan pribumi, tapi sebagian besar adalah bule. Ana bukan mo rasis atau diskriminatif, tapi kenyataanynya ana malu. Bagaimana tidak, mereka yang darahnya bukan pribumi bisa menghapal bahkan menyanyikan lagu-lagu daerah kita, bahkan mungkin udah puluhan lagu daerah kita yang mereka kuasai. Sedangkan ana, mungkin bisa dihitung dengan jari lagu daerah yang ana masih hapal. Itupun kalau ana nyanyiin lagi udah banyak yang salah lirik atau nada. Sudah 12 tahun lebih-saat ana masih di SD- sejak terakhir kali ana sering nyanyiin lagu-lagu daerah. Bahkan ana lupa kapan terakhir kali ana nyanyiin lagu nasional semisal Bagimu Negeri, Garuda Pancasila, atau Dari Sabang Sampai Merauke. Untung aja tiap tahun kita masih ngerayain Proklamasi Kemerdekaan, jadi masih bisa denger Indonesia Raya. Itupun kalo ana sempet nonton TV atau denger radio. Tapi ana berdoa sih semoga cuma ana yang kayak gini. Semoga ente-ente masih bisa nyanyiin Ampar-ampar Pisang, Apuse, atau Angin Mamiri. Semoga ente semua masih inget ama Maju Tak Gentar, Halo-halo Bandung, atau Indonesia Pusaka.

So, whats the point? The point is "ana ngga sesayang itu ama tanah air ana". Tanah air yang diperjuangkan pahlawan-pahlawan kita dengan harta, air mata, dan darah. Tanah air yang kaya akan budaya yang harusnya jadi kebanggaan, dan ternyata ana ikut meninggalkan kekayaan itu hingga jatuh miskin. Ngga masalah kalo cuma lagu daerah atau nasional yang ana lupain.
Ana coba bandingin berapa kali ana pake batik atau kebaya, sedang orang India tiap hari masih pake kain sari atau orang jepang ama kimononya. Di Jakarta ana susah sekali nyari rumah adat betawi, sedang rumah bergaya Spanyol, Italy, atau Amerika berjubel. Ana bahkan lebih suka nonton film Hollywood daripada film lokal. Mana pernah lagi ana dengerin dangdut apalagi gamelan. Tapi untung ana masih suka pecel, rendang, ama sate daripada spageti, pizza, atau hamburger.

Ana jujur pingin nanya ama Krisdayanti and Agnes Monica-Indonesian Britney Spears-, mau ngga-bukan bisa ngga- mereka nyanyi keroncong atau dangdut? Ana juga mo nanya sutradaranya Eiffel I'm In Love, gimana kalo judul filmnya diganti Monas I'm In Love? Ana usul gimana kalo produser-produser TV bikin acara semacam ADI(Audisi Dalang Indonesia) atau KKI(Kontes Keroncong Indonesia)?Ana juga mo nanya ama ente-ente, masih suka ama sayur asem, make sendal bakiak, naik delman, pernah mainin angklung, kolintang, suling, atau gamelan ngga? Dan masih banyak lagi yang ingin ana tanyain. Ngga akan banyak ana bertanya kalau ana, ente, ama semua orang Indonesia masih bangga ama budaya kita. Ana ngga akan bertanya lagi kalo belanja di pasar tradisional ngga dianggap kuno daripada belanja di supermarket atau swalayan atau ngga akan dianggap ketinggalan jaman kalo suka nari serimpi atau nonton karapan sapi. Ana banyak bertanya karena mengapa budaya barat begitu hebatnya membuat ana terlena. Ana banyak bertanya karena "ana ngga sesayang itu ama tanah air ana".

Ana mengajak ama diri ana sendiri, ama ente semua yang sempetin baca tulisan ana, terutama anak-anak muda seumuran ana, kalo kita ngaku sayang ama tanah air kita ini, ngaku kalo Indonesia termasuk daftar "yang patut kita cintai", mari kita balikin budaya kita. Mari kita indahkan lagi jamrud khatilistiwa ini. Kalau bukan kita, siapa lagi. Biar Bude Waljinah, Mbah Gesang, Mas Affandi percaya kalo tongkat estafet yang mereka berikan bukan sia-sia. Percaya deh kalo yang disebut modern itu bukan mesti harus ngikutin budaya Cowboy atau Playstation. Kalo boleh ana kasih tau yang disebut budaya modern tuh gimana caranya budaya kita dikenal banyak orang. So, mari kita bikin J-Lo nari Jaipong, atau Lars Ulrich nyobain kendang. Asyik juga tuh kayaknya.

Oya maap ana nitip salam buat bapak-bapak dan ibu-ibu yang ada di atas. Jangan berantem melulu, jangan suka ama duit yang ngga halal dan jangan santai-santai lagi. Banyak PR yang mesti kalian kejar, kalau kalian memang merasa sayang ama bangsa ini. Jangan bikin Cut Nya' Dien, Pattimura, atau WR Supratman jadi sedih di alam sana, karena ngeliat kalian ngelupain gimana susahnya mereka ngibarin Merah Putih. Malu dong. Maap sekali lagi kalo ana bawel karena ana sadar, ana ngga sesayang yang ana kira ama Indonesia ana.

ardi_doang

sambungan:
- Akhirnya Aku Sadar, Aku Ngga Sesayang Itu Sama KamuÃ

Read more!

Friday, February 10, 2006

Lagek Saiki Pekok Ngerti Mbah Kenthir Munthab Temenan

Koyok biasane, mari subuhan nang mesjid Pekok nyapu latar omahe. Koyok biasane pisan omah ngarep omahe Pekok krungu suara TV lagi nyiarno berita. Pekok nginguk delok Mbah Kenthir lagi mentelengi TVne karo nyruput wedang kopi. Pekok nerusno nyapune. Gung entek separo latar, ujug-ujug enek suara gelas pecah. "Praaang..." Mari ngono enek suara misuh-misuh teko njero omahe Mbah Kenthir. ÀMbah Kenthir metu soko omah. Raine mbrabak abang karo getem-getem koyoke pingin ngamplengi wong. Pekok rodok wedi mergane gur dekne sing enek nang kono.
"Enek opo Mbah, isuk-isuk kok wis misuh? Biasane jam misuhe sampeyan jam rolas."
"Kowe gak krungu to berita nang TV mau? Pancen diiaaancuk kok Danmak kuwi. Gateeel..."
"Sopo kuwi Danmak?"
"Guuooblok. Dasare bocah pekok. Makane jenengmu Pekok." Tangane Mbah Kenthir njeglugno Ndase Pekok. Lek gag dijeglugno ndase biasane Pekok dikethaki.
"Danmak kuwi negoro Eropa, cuk!!"
"La trus nyapo sampeyan nesu-nesu karepe dewe?"
"Mosok nggambar Nabi Muhammad koyok teroris trus dideleh koran. Wes gendeng opo sudrun sakjane? Rumangsane Nabi Muhammad kuwi sopo?"
"Lek jare sampeyan sopo?"
Tangane Mbah Kenthir maju maneh ngethak ndase pekok sakbanter-bantere.
"Aduuuooh... kok aku dikethak, Mbah?"
"Kowe wes gendeng pisan tah takon ngono kuwi? Wong Islam dudu sakjane?"
"Aku kan ora ngerti lek jarene sampeyan Nabi Muhammad kuwi sopo? La wong mben dino sampeyan senengane masang togel karo maen kiu-kiu. Tukang misuh-misuh pisan."
"Urusanku kuwi. Aku seneng misuh-misuh iki turunan, Cuk."
"Trus saiki sampeyan arep nyapo? Budhal rono trus mateni presiden Danmak ngono?"
"Pinginku ngono. Pingin tak tunjek matane asuuuu..."
"Eaalaaah Mbah... Mbah... Mbok nyebut. Rumangsane sampeyan gak butuh duik budal rono? Sampeyan oleh teko mbecak kuwi piro mben dinane? Numpak bis wae sik mabuk."
"Kowe kok tenang-tenang wae to, Ndeng! Nabimu kuwi dielek-elekne. Nabi Muhammad wes koyok bapake wong Islam. Lek bapakmu tak ilok-ilokne piye?"
"Sing jelas aku mesti nesu."
Mbah Kenthir njeglugno ndase Pekok maneh. "La ilang ngono pekokmu. Pokoke aku kudu iso budhal. Mbuh carane piye sing penting budhal. Biasane wong FVI enek sing budhal ngene iki. Kan aku iso nunut."
"Opo kuwi FVI?"
"Diiaaamput. Goblog tenan kowe. Makane sering ndelok TV karo moco koran. Arek enom kok cengohe gak karu-karuan." Pisan engkas ndase Pekok dijeglugno.
"Sek to Mbah. Wes mikir tenanan gung? Awake dewe kuwi wong cilik. Gak usah sing aneh-aneh. Gung sampek mateni presidene Danmak mesti wes dicekel pulisi kono sampeyan."
"Wes to gak usah kemeruh. Rupamu kuwi ra ngerti opo-opo."
"Ngene wae wes. Timbang gak jelas, sampeyan engko awan melu aku nang kantore VKS. Biasane enek demo."
"Wes sakkarepmu le. Gak usah ceramah. Tak budhal nggoleki wong FVI." Mari ngetak ndase Pekok, Mbah Kenthir ngetokne becake, trus dipancal mbuh nang ngendhi.
"Wo dasare wong kenthir, makane jenenge Kenthir." Pekok nggrundel karo nerusno nyaponi latar.

ardi_doangÃ

Read more!